Pondok Shabran kembali mengadakan acara Shubuh Barokah yang bertempat di Masjid al-Munajat Shabran Timur. acara tersebut merupakan serankaian acara yang di mulai dari kegiatan shalat tahajud dan subuh berjamaah lau kemudian diakhiri dengan acara puncak yaitu kajian. Kajian kali ini dibawakan oleh Ustadz Furqan Hasbi. Lc., M.Ag. yang mengusung tema “Bagaimana Menanggapi Bencana Alam yang Sering Terjadi di Indonesia” mengingat beberapa waktu terakhir ini Indonesia sering di timpa musibah bencana alam.
Dalam cramahnya, mantan Ketua MUI Kota Surakarta, Ustadz Furqan Hasbi. Lc., M.Ag menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu dicermati terkait bencana alam yang akhir-akhir ini sering menimpa Indonesia. Beliau menjelaskan tentang Himpunan Putusan Tarjih jilid III yang berkaitan dengan Fikih Kebencanaan Muhammadiyah. Bencana memiliki beragam padanan istilah; musibah, bala’, fitnah, ‘azab, fasad, halak, tadmir, tamziq, iqab, dan nazilah. Bencana alam dengan demikian tidak selalu berkonotasi sebagai azab atau kemurkaan Tuhan terhadap perbuatan manusia. alam Fikih Kebencaan, sekurangnya terdapat 10 istilah yang mengaraha pada makna bencana di dalam al Qur’an. Pertama, Musibah yang berasal dari kata a-sa-ba yang artinya sesuatu yang menimpa kita. Istilah ini mengacu kepada suatu yang netral, tidak berkonotasi pistif dan negatif (lihat; QS al Hadid (57): 22-23, an Nisa (4): 79, dan as Syuara’ (40): 30). Namun dalam pemaknaannya kedalam bahasa Indonesia, kata ini sering dinisbatkan kepada suatu yang negatif.
Kedua,Bala’, kata ini dalam pandangan manusia kata ini cenderung dimaknai sebagai suatu yang burukn atau lazim dikenal sebagai musibah dengan konotasi negatif. Padahal ketika merujuk kepada al Qur’an, kata bala’ lebih bermakna kepada cobaan untuk memperteguh iman. Dapat dilihat dalam Qur’an Surat al A’raf (7) : 168. Ketiga, Fitnah yang dalam bahasa Indonesia maknanya sangat tidak sesuai dengan makna asal di Bahasa Arab. Fitnah dalam al Qur’an memiliki banyak makna, seperti kumsyrikan (2: 191, 193, 217), cobaan atau ujian (20: 40 dan 29: 3), kebinasaan/kematian (4: 101 dan 12: 83), siksan atau azab (10: 83 dan 16: 110) dan lainnya. Peristiwa yang dilabeli dengan kata fitnah mengacu kepada peristiwa sosial bukan peristiwa alam.
Keempat,’Azab yang memiliki arti variatis sesuai dengan konteksnya. Namun ketika ‘azab dikaitan dengan peristiwa yang menimpa manusia, maka kata ‘azab adalah sebagai istilah untuk siksaan. Makna tersebut dalam dilihat dalam QS ad Dukhan (44): 15-16, al Sajdah (32): 21-22, Luqman (31): 6-7. Kelima, Fasad merupakan lawan dari shalah (baik, bagus dan damai). Dengan demikian Fasad berarti suatu yang jelek, buruk dan sengketa. Keenam, Halak secara bahasa kata ini diartikan dengan kata mati, binasa, dan musnah. Berbeda dengan fasad, halak dalam al Qur’an sering dihubungkan dengan perbuatan Allah bukan manusia.
Selanjutnya ketujuh adalah Tadmir, tadmir sendiri berasal dari kata dam-ma-ra yang artinya menghancurkan. Sehingga kata tadmir bisa diartikan sebagai kehancuran. Kedelapan, Tamziq, istilah ini searti dengan kata Tadmir. Kesembilan adalah ‘Iqab, istilah ini merujuk kepada kejadian yang akan didatangkan Allah kepada manusia yang mengingkari Allah dan Rasulullah. dan yang kesepuluh adalah Nazilah kata ini memiliki arti asal turun, namun kata anzala dalam beberapa kesempatan dalam al Qur’an juga disebut untuk mengungkapkan “menurunkan siksa”. Makna kedua tersebut bisa dilihat dalam QS al Hijr (15): 90-91.
Menurut beliau, tidak tepat mengidentikkan suatu bencana alam tertentu atau musibahtertentu sebagai azab atas suatu kaum seperti saat terjadi di Indonesia. Hendaknya umat Islam membantu meringankan beban orang-orang yang ditimpa musiba. “jangan malah menghakimi dan menghukumi, itu azab!” Ujar beliau saat memberikan materi.
Dalam pendahuluan Himpunan Putusan Tarjih jilid III tentang kebencanaan juga menyebutkan bahwa secara geografis Indonesia berada dalam zona yang “rawan bencana”. Sehingga jika memang sedang mengalami bencana hendaknya seseorang tidak semerta-merta menghakimi dan menghukumi para warga yang menjadi korban bencana.